Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) VI
Raja Kraton Surakarta Hadiningrat
Nama Orang Tua |
: |
Susuhunan Paku Buwono V & R.Ay. Sosrokusumo.
|
Tempat/ Tanggal Lahir |
: |
Surakarta/ 26 April 1807. |
Nama Kecil |
: |
Bendoro Raden Mas (BRM) Supardan.
|
Nama Gatra Sebutan |
: |
Sinuhun Bangun Tapa.
|
Naik Tahta |
: |
15 September 1823.
|
Gelar |
: |
Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Enem.
|
Wafat |
: |
Ambon, 2 Juni 1849.
|
Makam |
: |
Pertama kali dimakamkan di pengasingan, Ambon, kemudian direlokasi ke Kompleks Makam Astana Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
|
Pengukuhan sebagai Pahlawan nasional
|
: |
Surat Keputusan (SK) Presiden RI No. 294 Tahun 1964. Tanggal 17 November 1964.
|
Dalam menghadapi Belanda, Sri Susuhunan PB VI banyak mengikuti jejak leluhurnya yakni Sultan Agung Hanyakrakusumo. Didampingi penasehat pribadi Sri Susuhunan PB VI, yakni Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Djojokoesoemo (salah satu cucu dari Sri Mangkunegoro I, Adipati pertama Kadipaten Mangkunegaran), Kasunanan Surakarta memutuskan untuk mendukung dan membantu BPH Diponegoro dalam Perang Jawa. Tanpa sepengetahuan Belanda, diam-diam Sri Susuhunan PB VI memberikan dukungan terkait dengan strategi perang, informasi telik sandi, persenjataan, harta benda sampai dengan bantuan sumber daya pasukan.
Pertemuan-pertemuan rahasia antara Sri Susuhunan PB VI dengan BPH Diponegoro kerap diadakan di Hutan Krendhawahana (utara Kota Surakarta), bahkan beberapa kesempatan, pertemuan juga dilakukan dalam lingkup Kraton Surakarta. Dengan menggunakan strategi mimis kencana, Sri Susuhunan PB VI melakukan sandiwara perang dengan pasukan BPH Diponegoro dengan tujuan mengelabuhi Belanda dan mempermudah upaya pasukan BPH Diponegoro untuk mengambil bantuan dari Kraton Surakarta.
Selain itu, dalam kamuflase acara Tradisi Sesaji Mahesa Lawung, Sri Susuhunan PB VI menggunakan issue keangkeran dan kewingitan Hutan Krendhawahana untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat pertemuan dan penyelundupan berbagai pasokan logistik, uang, harta benda, persenjataan dalam skala besar dalam peti-peti yang diangkut dari Kraton Surakarta. Informasi ini dikuatkan dengan penuturan dari canggah dari Sri Susuhunan PB VI, yakni RM Panji Restu Budi Setiyawan, dalam acara Tradisi Sesaji Mahesa Lawung, rombongan dari kraton Surakarta terlihat membawa uborampe sesaji, namun di dalamya juga berisi barang-barang bantuan yang digunakan untuk keperluan Pasukan BPH Diponegoro. Dalam sebuah pertemuan di Hutan Krendhawahana, Sri Susuhunan PB VI memberikan amanah pusaka Kraton Surakarta kepada BPH Diponegoro, Kyai Mojo dan R.A. Soemirah untuk digunakan di medan perang, diantaranya: pelana kuda Kyai Sabuk Angin beserta cemetinya, Keris Kyai Sandhang Lawe, Pedang Kyai Sabet Janur, Tombak Kyai Tundhung Mungsuh.
Lama kelamaan, Belanda menaruh curiga dan mencium gelagat bahwa Sri Susuhunan PB VI berpihak pada BPH Diponegoro. Hanya saja Belanda masih menunggu momentum yang tepat untuk menangkap Sri Susuhunan PB VI. Pada Tanggal 28 Maret 1830, Belanda melakukan pengkhianatan dalam perundingan damai dengan BPH Diponenegoro di Magelang. Pasca pengkhianatan dan penangkapan BPH Diponegoro, akhirnya pasukan Belanda yang dipimpin Letnan Kolonel B. Sollewijn menangkap Sri Susuhunan PB VI di Mancingan. Tepat Tanggal 8 Juli 1830, Pakubuwono VI diasingkan ke Ambon hingga meninggal dunia di sana.
Atas prakarta Jenderal (Kehormatan) Gusti Pangeran Haryo (GPH) Djatikoesoemo (salah satu putra Sri Susuhunan PB X), pada tahun 1957, jasad Sri Susuhunan PB VI dipindahkan dari Ambon menuju Astana Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Pada saat penggalian makam di Ambon, ditemukan bukti bahwa tulang tengkorak Sri Susuhunan PB VI berlubang di bagian dahi. Menurut analisis Jenderal GPH. Djatikoesoemo, lubang tersebut seukuran peluru senapan Belanda berjenis Baker Riffle. Dilihat dari lubang perluru, penyebab wafatnya Sri Susuhunan PB VI jelas tidak seperti yang dikatakan Belanda, yakni karena bunuh diri atau kecelakaan saat berpesiar. Diduga kuat, Sri Susuhunan PB VI wafat dibunuh dengan cara ditembak di bagian dahi.
Sumber:
- C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Islam Lokal, Sejarah, Budaya dan Masyarakat, Prolog: Dr. Muhammad Wildan, M.A., Epilog: Dr. Sujadi, M.A.
- https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20220623/Eyang-Santri,-Pendukung-Diponegoro-di-Kaki-Gunung-Salak/
- https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/12/163250479/sri-susuhunan-pakubuwono-vi-kehidupan-penangkapan-dan-akhir-hidup?page=all
- https://id.rodovid.org/wk/Orang:26161